Sejarah Gereja Kristen Protestan Simalungun | GKPS Batam

Memuliakan Allah dengan Mendahulukan Orang Lain
23 September 2020
PESTA SEKSI BAPA (2007-04-08)
23 September 2020

Sejarah Gereja Kristen Protestan Simalungun | GKPS Batam

GKPS Batam – Gereja Kristen Protestan Simalungun (disingkat GKPS) adalah sebuah Gereja Kristen dari daerah Simalungun yang dirintis oleh zendelling (pengabar Injil) dari Rheinische Missionsgesellschaft (RMG), sebuah badan pengabaran Injil dari Jerman sebagai bagian dari upayanya menyebarkan Injil bagi Suku Simalungun. Semenjak tahun 1900-an RMG mendirikan gereja-gereja di Simalungun sebagai bagian dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan menggunakan bahasa Toba sebagai bahasa pengantar. Kesadaran diri di kalangan suku Simalungun untuk meningkatkan usaha pengabaran Injil mempercepat laju penyebaran Injil di suku Simalungun terutama setelah digunakannya bahasa Simalungun sebagai pengantar. Kemandirian ini berlanjut sampai jemaat HKBP di Simalungun memandirikan dirinya menjadi satu distrik hingga akhirnya mandiri total menjadi GKPS dan memberikan pelayanan bagi lingkungan sekitarnya di berbagai bidang (bukan hanya pelayanan agama).

Masuknya Injil ke Simalungun

Pengabaran Injil di daerah Simalungun sedikit terlambat dibandingkan daerah-daerah tetangganya seperti Karo (1899) dan Tapanuli (1861). RMG menjadikan Simalungun sebagai daerah penginjilan setelah Angkola, Mandailing dan Tapanuli Utara.

Awalnya RMG mengenal Simalungun dari laporan ekspedisi pejabat-pejabat kolonial Belanda. Laporan-laporan tersebut rata-rata mengkhawatirkan resistensi suku Simalungun dan derasnya pengaruh Islam ke daerah Simalungun Bawah (Asahan Hulu dan Tanah Djawa) yang sebenarnya dipicu oleh proses aneksasi Belanda terhadap wilayah dalam kerajaan-kerajaan Simalungun yang menciptakan sentimen negatif dari orang Simalungun terhadap orang Eropa.

Ludwig Ingwer Nommensen, pimpinan RMG di Sumatra Utara, Ephorus HKBP 1881-1918

Kontak pertama RMG dengan Simalungun dilakukan melalui Henri Guillaume yang ditempatkan RMG di Kuta Bukum, Karo (1899). Selama masa tugasnya ia sering berinteraksi dengan rakyat hingga penguasa tradisional Simalungun terutama dalam perjalanannya ke Tapanuli untuk menghadiri rapat-rapat tahunan missionaris. Atas pengalamannya itu, Guillaume mengusulkan kepada L.I. Nommensen (pimpinan RMG di Sumatra Utara) agar Simalungun diinjili.

Usaha penginjilan konkret pertama pada orang Simalungun justru dilakukan oleh Pardongan Mission Batak (PMB), lembaga pengabaran Injil Batak Toba yang terdiri dari penginjil-penginjil Batak Toba. Pada tanggal 12 Februari 1900 Pendeta Samuel Panggabean dan Friederich Hutagalung diutus ke daerah-daerah sekitar Danau Toba yang belum diinjili, dan tiba di Sipolha pada tanggal 14 Februari namun dilarang untuk masuk oleh Tuan Sipolha Damanik. Keesokannya mereka tiba di Siboro (Partuanan Purba) dan sempat berkhotbah di Pasar yang ada di daerah itu. Pada hari Jumat, 16 Februari 1900 mereka berkeliling di sekitar Tiga Langgiung mengabarkan Injil pada masyarakat yang sedang berbelanja di pekan (pasar mingguan). Selanjutnya mereka pergi ke Pematang Purba untuk menemui Tuan Rahalim Purba Pakpak (Raja Purba) dan baru berhasil menemuinya keesokan harinya, 17 Februari, setelah menanti semalaman. Di sini mereka menyampaikan maksud mereka untuk mengabarkan Injil dan membacakan nats Alkitab bagi Raja Purba. Walaupun belum mendapat tanggapan positif darinya namun para penginjil tersebut menemui sikap bersahabat dari Raja Purba. Usaha selama 4 hari ini kurang berhasil terutama karena penggunaan bahasa Toba sebagai pengantar yang kurang dipahami oleh masyarakat Simalungun.

Setelah menerima permintaan dari Guillaume, RMG mengutus G.K. Simon bersama beberapa penginjil Toba dari PMB untuk melakukan peninjauan ke Simalungun. Karena melihat pengaruh Islam yang sudah masuk hingga Siantar, G.K. Simon meminta agar RMG secepat mungkin menginjili Simalungun.

Laporan G.K. Simon dan Guillaume ditambah laporan dari pejabat-pejabat Belanda dibahas pada rapat missionar RMG di Laguboti, Tapanuli pada 21-25 Januari 1903 yang dihadiri 42 penginjil RMG, dengan keputusan:

    Pemberitaan Injil di Simalungun harus segera dilaksanakan.

    Segera dikirim surat ke Direktur RMG Schreiber di Barmen untuk meminta persetujuan dan rekomendasi RMG dalam memperluas lapangan penginjilan ke Simalungun.

    Segera dilakukan langkah-langkah penginjilan ke Simalungun.

Sebelum rapat ini Nommensen juga telah mengirim permohonan tenaga penginjil baru ke pimpinan RMG di Jerman sehubungan rencananya memperluas daerah penginjilan ke Samosir, Dairi dan Simalungun, namun secara strategi, Simalungun dijadikan prioritas utama dari ketiga daerah tersebut karena sudah derasnya pengaruh Islam di daerah ini hingga ke Siantar.

Pendeta August Theis, penginjil RMG yang merintis penyebaran Injil di daerah Simalungun.

Pada tanggal 16 Maret 1903, Dr. Schreiber dari RMG secara resmi mengirim telegram singkat yang merekomendasikan pengabaran Injil ke Timorlanden (sebutan bagi Simalungun). Setelah menerima telegram yang berisi Tole den Timorlanden das Evangelium (perintah menyebarkan injil di tanah Timur) maka pada tanggal 2 September 1903 sekelompok penginjil dari RMG yang dipimpin oleh Pendeta August Theis tiba di Pematang Raya untuk menyebarkan Injil.

Tanggal 2 September sampai saat ini diperingati setiap tahunnya oleh anggota GKPS di seluruh dunia sebagai hari olob-olob (bahasa Simalungun untuk “suka cita”) untuk mensyukuri masuknya ambilan na madear (bahasa Simalungun untuk Firman-Firman Alkitab/ajaran Kristen) di Simalungun.

Pada 1 Januari 1904 dimulailah Zending Simalungun yang bertempat tinggal di Pematang Raya dan Pdt. Guilllaume berada di Purba Saribu (1905) untuk melayani pemberitaan injil di Simalungun Raya di bagian Barat. Sebagai hasil pertama dari pemberitaan injil di Simalungun baru pada tanggal 19 September 1909 diadakan permandian suci (Pandidion na parlobei) di Pematang Raya oleh Pdt. Theis, kemudian di Parapat juga ada 38 orang yang menerima permandian suci.

Sampai 1910, sudah berdiri 17 Gereja di daerah Simalungun yang menjadi cikal bakal GKPS saat ini, yaitu di:

  • Tigaras, 15 Agustus 1903
  • Tinjoan, 15 Agustus 1903
  • Pematang Raya, 2 September 1903
  • Raya Usang, 8 September 1903
  • Dolok Saribu, 14 September 1903
  • Bulu Raya, 16 Juni 1904
  • Purba Saribu, 10 Juni 1905
  • Haranggaol, 3 Maret 1906
  • Raya Tongah, 7 Juni 1906
  • Purba Dolok, 15 Agustus 1906
  • Pamatang Purba, 15 Agustus 1906
  • Purba Tongah,13 Februari 1906
  • Hinalang, 8 September 1908
  • Kariahan, 1908
  • Saribudolok, 6 September 1909
  • Tambun Raya, 20 Oktober 1909

Penyebaran Injil oleh para Misionaris RMG dilakukan menggunakan bahasa pengantar bahasa Toba dengan anggapan bahwa Simalungun merupakan bagian dari sub Etnik Toba. Hal ini menyebabkan perkembangan penyebaran injil di Simalungun kurang pesat. Resistansi Masyarakat Simalungun terhadap Kaum Barat dan kekurang-mengertian mereka terhadap bahasa Toba mengurangi efektivitas kegiatan RMG. Seorang Zendeling RMG, Bregenstroth, pada akhirnya menyadari bahwa orang Simalungun bukanlah bagian dari Batak.

Artikel Selengkapnya silakan KLIK DI SINI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *